Konflik Indonesia-Belanda di Surabaya
Konflik Indonesia-Belanda di Surabaya
A. Pertempuran Di Surabaya
Sekian semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua...
A. Pertempuran Di Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 pasukan AFNEI dari bridge 49 mendarat di Tanjung Perak,Surabaya,pasukan ini dipimpin oleh Brigjen A.W.S.Mallaby.pihak AFNEI menjamin bahwa tidak ada pasukan belanda yang membonceng an tugas mereka hanya melucuti tentara jepang.ternyata AFNEI melanggar kesepakatan itu dengan berbagai provokasi,penjara di kalisosok,pendudukan tempat tempat penting seperti Tanjung Perak,kantor Poso Besar,Gedung Internatio dan penyebaran pamflet yang berisi perintah keapda rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tangan tentara jepang.
Tindakan provokasi tersebut telah menghapus kepercayaan pemerintah Republik Indonesia terhadap AFNEI.Pemerintah Republik Indonesia segera memerintahkan para pemuda TKR untuk bersiap-siap.pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadilah pertempuran antara pasukan Indonesia melawan AFNEI.pertempuran meluas menajdi serangan umum terhadap kedudukan AFNEI di seluruh kota.
Presiden Soekarno dihubungi komandan divisi XXIII,Jendral D.C.Hawthron untuk membantu meredakan serangan pasukan Indonesia.Pada tanggal 29 Oktober 1945 Presiden Soekarno didampingi M.Hatta dan Amir Syarifuddin tiba di Surabaya.pemerintah Republik Indonesia dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubun (contact committee).untuk menjernihkan kesalahan pemahaman dan menyerukan gencatan senjata.
Gencatan senjata berakhir setelah terjadi insiden di Gedung Internatio yang menewaskan Brigjen Mallaby.peristiwa itu menyulut kemarahan pimpinan AFNEI.mereka kemudian menambah pasukan di bawah pimpinan Mayjen E.C.Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan untimatum yang isinya sebagai berikut:
- Pihak AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby yang menjadi tanggung jawab rakyat Surabaya.
- Menginstruksikan kepada seluruh pimpinan pemerintahan,pemuda,dan TKR untuk melapor,menyerahkan senjata,dan mendatangani pernyataan penyerahan tanpa syarat.
Ultimatun disertai ancaman pihak sekutu akan menggempur Surabaya dari darat,laut,dan udara apabila rakyat Surabaya tidak instruksi sampai batas waktu yang ditetapkan,yaitu tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 WIB.sementara itu,pemerintah Republik Indonesia melalui Mentri Luar Negeri Ahmad Subarjo menyerahkann keputusan keapda rakyat Surabaya,kemudian Gubernur Suryo melalui siaran radio mengumumkan secara resmi penolakan terhadap ultimatum AFNEI.dengan penolakan tersebut,rakyat surabaya telah siap untuk berperang.
Komandan pertahanan,Sungkono membagi Surabaya dalam tiga sektor pertahanan.sektor barat di pimpin oleh Kunkiyat,sektor tengah di pimpin oleh Kretarto dan Marhadi,serta sektor timur dipimpin oleh Kadim Prawirodiharjo.Bung Tomo membakar semangat juang rakyat Surabaya melalui radio di Jalan Mawar Nomor 4.untuk mengenang perjuangan para pahlawan ketika melawan pasukan sekutu di Surabaya di bangun Tugu Pahlawan dan pada tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Sekian semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua...
Comments
Post a Comment